Lahan Sengketa, Nasib Murid SDN 95 Takalar Terancam Putus Sekolah
- Muh Idris / Sulawesi.viva.co.id
SULAWESI.VIVA.CO.ID -- Di balik gedung-gedung SDN 95 Campagaya yang tak terurus, tersimpan cerita pilu yang membelenggu masa depan anak-anak di Desa Tamasaju, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Sejak 2021, pembangunan dan rehabilitasi sekolah ini terhenti akibat sengketa lahan yang berkepanjangan.
Konflik dimulai, saat pihak yang mengaku sebagai ahli waris tanah tempat sekolah berdiri, melarang proses pembangunan atau rehabilitasi gedung.
"Material pembangunan telah tersedia kecuali spandek. Namun, ketika atap bangunan mulai dibongkar, pihak ahli waris menghentikan seluruh aktivitas rehabilitasi," ujar Hj. Mirati, Kepala Sekolah SDN 95 Campagaya, sambil meneteskan air mata.
Sejak saat itu, tiga dari enam ruang kelas, termasuk kelas 1, 5, dan 6, menjadi tidak layak pakai.
Bahkan, ruang kelas yang masih memiliki atap pun bocor dan membahayakan siswa saat hujan. Akibat kondisi ini, siswa terpaksa belajar di luar kelas
"Kami meminjam kelas lain secara bergantian. Kadang anak-anak belajar di luar ruangan, di masjid, atau di ruangan guru. Teras sekolah juga kami gunakan untuk tempat belajar," ungkap Hj. Mirati dengan wajah sedih.
Sengketa lahan yang belum menemukan titik terang ini memaksa siswa belajar di bawah tenda sementara, yang hanya bertahan sampai pukul 11 siang akibat panas yang menyengat.
Dampaknya, jumlah siswa menurun drastis, dari 150 menjadi 130 siswa, dan pendaftar baru untuk kelas 1 juga berkurang signifikan.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Takalar, Darwis, menyatakan bahwa permasalahan utama yang menghambat rehabilitasi sekolah adalah status lahan yang belum jelas.
Lebih jauh kata Darwis, menjelaskan, "Sejak 2021, sekolah ini telah direncanakan masuk ke dalam program Dana Alokasi Khusus (DAK), tetapi terhenti karena klaim ahli waris."
Pemerintah daerah telah berupaya memediasi pihak-pihak terkait, termasuk melibatkan Kejaksaan Negeri Kabupaten Takalar.
"Ahli waris sebenarnya tidak keberatan lahan tersebut digunakan untuk sekolah, asalkan tidak diterbitkan sertifikat atas lahan tersebut," jelas Darwis.
Namun, untuk melaksanakan rehabilitasi, status lahan harus jelas karena menyangkut anggaran negara.
Persoalan ini menjadi tanggung jawab Bidang Aset pada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).
Darwis mengaku prihatin dengan kondisi siswa yang harus belajar dalam keterbatasan.
"Kami berharap proses ini segera selesai agar mereka bisa belajar dengan nyaman," tutupnya.
Kondisi memprihatinkan ini menjadi pengingat akan pentingnya perhatian dan tindakan cepat dari pemerintah serta pihak terkait untuk memastikan hak pendidikan anak di SDN 95 Campagaya terpenuhi.