Menyikapi Musibah

Imam Shamsi Ali
Sumber :

Ada satu kebiasaan yang barangkali kurang, bahkan tidak pantas, dari sebagian orang di saat terjadi sebuah musibah di sebuah tempat. Kebiasaan itu adalah mengumbar atau mengekspos kesalahan-kesalahan (walau itu benar adanya) dari orang-orang yang tertimpa musbah.

Musibah gempa bumi yang memporak-porandakan Cianjur, misalnya, saat ini banyak dikaitkan dengan berbagai (apa yang dianggap) kesalahan dan dosa-dosa penduduk setempat.

Ada dua kemungkinan yang terjadi di sini. Pertama, apa yang disebut-disebut itu memang benar. Kedua, apa yang disebut-sebut itu tidak benar atau minimal tidak semuanya benar. Mana pun dari dua kemungkinan itu, benar atau tidak, menyebar luaskan kesalahan dan dosa-dosa orang lain adalah kesalahan itu sendiri. Apalagi ketika orang-orang itu sedang berada dalam situasi yang sulit dan menyedihkan.

Menyikapi musibah dengan cara mengumbar kesalahan orang-orang yang sedang kesulitan menggambarkan karakter yang tidak berakhlak. Karakter yang demikian itu paradoksikal dengan ajaran Islam dan ketauladanan baginda Rasulullah SAW. Bahkan tanpa disadari bisa menjadi sebuah kezholiman kepada mereka yang sedang berduka.

Yang seharusnya disadari adalah bahwa Islam adalah agama “rahmah”. Agama yang mengedepankan hati nurani yang penuh kasih sayang. Anggaplah memang benar bahwa di daerah itu banyak dosa dan kesalahan. Secara akhlak Islam menyikapinya bukan dengan mengumbar dosa dan kesalahan itu. Justeru sebaliknya menghadirkan solusi. Dan harusnya disadari bahwa “sitrul Muslim” (menutup aib sesama Muslim yang dianggap pendosa itu adalah bagian dari akhlak mulia. 

Allah SWT sendiri menyikapi para pendosa dengan kasih sayang: “katakan (wahai Muhammad), wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas, jangan putus asa dari kasih sayang Allah. Sungguh Allah mengampuni semua dosa. Sungguh Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. 

Karenanya menyikapi kesalahan dan dosa mereka yang bersalah dan berdosa bukan dengan menyebarkan. Tapi sekali lagi justeru disikapi dengan kasih sayang dalam bentuk mengajak kembali ke jalan Allah seraya menutupi kesalahan-kesalahan itu.