BEM se-Kota Makassar Kumpul Bahas Soal Dominus Litis, Apa Itu dan Risikonya?

BEM se-Makassar menggelar seminar Nasional
Sumber :
  • Sulawesi.viva.co.id

SULAWESI.VIVA.CO.ID -- Dominus Litis, prinsip yang mengatur kewenangan dalam penanganan perkara pidana, menjadi sorotan utama dalam Seminar Nasional yang digelar oleh Dewan Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kota Makassar.

Seminar ini bertajuk "Implementasi Asas Dominus Litis dalam Perubahan KUHAP di Indonesia dalam Sudut Pandang Politik dan Hukum".

Seminar diskusi tersebut berlangsung pada Rabu, 19 Februari 2025, di Lecture Teater UIN Alauddin Kampus Samata, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Seminar ini menghadirkan sejumlah pembicara terkemuka, salah satunya Aswiwin Sirua, Dosen Fakultas Syariah Hukum UIN Alauddin Makassar, yang mengangkat isu penting mengenai dominasi kewenangan yang diusulkan dalam RKUHAP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Dalam pemaparannya, Aswiwin menyoroti potensi penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin timbul jika kewenangan dalam penegakan hukum semakin terpusat pada satu institusi saja, khususnya kejaksaan, dalam penerapan asas Dominus Litis.

“Yang terpenting adalah prinsip diferensiasi fungsional yang sudah ada dalam struktur hukum kita, di mana kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan memiliki hak dan kewenangan yang proporsional,” ungkap Aswiwin.

Ia menegaskan bahwa setiap lembaga penegak hukum harus memiliki peran yang jelas, sesuai dengan fungsinya masing-masing dalam proses peradilan.

 

 

BEM se-Makassar menggelar seminar Nasional

Photo :
  • Sulawesi.viva.co.id

 

 

Kepolisian, menurut Aswiwin, bertanggung jawab menangani perkara sesuai prosedur yang berlaku.

Kejaksaan berfungsi sebagai penuntut umum yang memiliki kewenangan untuk melakukan supervisi terhadap proses hukum, sementara pengadilan memiliki tugas mengadili dan memutuskan perkara.

Namun, Aswiwin mengingatkan bahwa penambahan kewenangan yang diusulkan melalui penerapan asas baru ini dapat berisiko memperburuk potensi penyalahgunaan kekuasaan.

“Semakin besar kewenangan, secara teori, semakin besar juga potensi penyalahgunaannya,” kata Aswiwin, yang mengungkapkan kekhawatirannya tentang terjadinya sentralisasi kekuasaan di tangan kejaksaan.

Hal ini menurutnya bisa merusak keseimbangan sistem hukum yang ada, dan menyebabkan ketidakadilan bagi masyarakat.

Lebih lanjut, Aswiwin menekankan bahwa fokus utama dalam pembaruan sistem peradilan seharusnya tidak hanya terletak pada pengurangan hak, tetapi pada penguatan kapasitas penegak hukum. 

Penguatan integritas dan profesionalisme penegak hukum menjadi langkah penting untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.

Sebelum seminar dimulai, para mahasiswa yang hadir di lokasi acara juga menyampaikan pendapat mereka dengan membentangkan spanduk berukuran 3x1 meter yang bertuliskan, “Aliansi Mahasiswa Makassar Menolak Dominus Litis.” Ini menunjukkan adanya pro dan kontra di kalangan mahasiswa terkait usulan perubahan dalam RKUHAP tersebut.

Seminar ini berakhir dengan diskusi aktif antara pembicara dan peserta yang turut mengkritisi dan memberikan pandangannya mengenai potensi dampak dari penerapan asas Dominus Litis terhadap sistem peradilan di Indonesia.

Diskusi yang berlangsung hangat ini diharapkan dapat membuka perspektif baru dalam pembahasan lebih lanjut mengenai reformasi hukum di Indonesia. (*)