Protes Nasional: Mahasiswa Makassar Lawan Kebijakan Penghematan Anggaran
- Sulawesi.viva.co.id
SULAWESI.VIVA.CO.ID -- Pemangkasan anggaran kembali dilakukan oleh pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
Pemotongan ini mencapai Rp306,69 triliun, mencakup belanja kementerian/lembaga (K/L) serta alokasi anggaran daerah dalam APBD 2025. Kebijakan ini menuai protes dari berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa di Makassar yang menilai kebijakan tersebut mengancam sektor pendidikan dan kesejahteraan sosial.
Puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Makassar turun ke jalan, Jumat, (21/2), dalam aksi demonstrasi menolak pemangkasan anggaran yang dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil. Mereka menuntut pencabutan kebijakan efisiensi anggaran yang dianggap mengorbankan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam aksi yang dimulai dari kawasan Fly Over Makassar sebelum bergeser ke kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, mahasiswa menyoroti berbagai dampak kebijakan pemangkasan ini.
Pemotongan anggaran disebut berdampak pada pengurangan subsidi rakyat, penurunan anggaran pendidikan, dan tetap berjalannya proyek-proyek strategis yang dinilai tidak berorientasi pada kesejahteraan publik.
“Kebijakan ini mencerminkan ketidakpedulian pemerintah terhadap rakyatnya. Pendidikan adalah hak, bukan komoditas. Pemotongan anggaran ini akan semakin memperparah kesenjangan pendidikan, terutama bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu,” ujar Muh Reski, Sekjen Dema UIN Makassar, yang turut memimpin aksi.
Salah satu sorotan utama mahasiswa adalah pernyataan Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam International World Government Summit 2025 pada 13 Februari lalu. Dalam forum tersebut, Prabowo dengan bangga mengumumkan pemotongan subsidi dan menyebut anggaran pendidikan sebagai program yang “tidak jelas.” Pernyataan ini menimbulkan reaksi keras, mengingat angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah.
Menurut data Statistik Pendidikan 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS), Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi hanya mencapai 31,45 persen. Itu berarti hanya sekitar 3 dari 10 anak muda yang mampu melanjutkan pendidikan tinggi. Situasi lebih buruk dialami oleh anak-anak dari keluarga buruh dan tani, yang peluangnya jauh lebih kecil untuk mengakses pendidikan tinggi.
Mahasiswa dari 14 kampus yang tergabung dalam BEM Se-Kota Makassar mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah, di antaranya:
1. Cabut Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran
2. Tolak PSN yang tidak berorientasi pada kesejahteraan rakyat
3. Evaluasi Total Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
4. Tolak RUU Minerba
5. Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis
6. Bayarkan tunjangan kinerja tenaga pendidik.
7. Sahkan RUU Perampasan asset
8. Mendesak prabowa mengeluarkan perpu pembatalan kenaikan PPN 12%
9. Berhenti membuat kebijakan public tanpa basis riset ilmiah dan tidak beroriatasi
10. Menolak UU TNI tentang dwifungsi ABRI
Para mahasiswa berharap aksi ini tidak berhenti di tingkat provinsi. Mereka mendesak agar DPRD Sulawesi Selatan mengawal aspirasi ini hingga ke Senayan.
“Kami ingin ini menjadi gerakan yang berdampak nyata. Bukan hanya sekadar aksi seremonial, tetapi benar-benar memperjuangkan hak rakyat,” ujar Reski.
Hingga saat ini, pemerintah belum memberikan tanggapan resmi terhadap tuntutan mahasiswa. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyebut efisiensi anggaran diperlukan untuk menjaga stabilitas fiskal di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Meski demikian, kritik terhadap pemangkasan anggaran terus mengalir. Aksi protes mahasiswa di Makassar menjadi sinyal bahwa kebijakan efisiensi anggaran bukan sekadar persoalan fiskal, tetapi juga menyangkut masa depan pendidikan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.