Hari Santri, Pesantren Tanpa Kiai
- Istimewa
Sebuah undangan berupa surat datang ke kantor, isinya tertulis bahwa akan diadakan peletakan batu pertama yang pertanda dimulainya pembangunan Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin berlokasi di Desa Bone-Bone, Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, pada 16 September 2021 oleh Bapak Bupati Enrekang dan Ketua Badan Amil Zakat Nasional.
Acara berlangsung sukses. Bupati meletakkan batu pertama dilanjutkan batu kedua oleh ketua Baznas, batu ketiga oleh ketua MUI Enrekang, dan seterusnya. Acara berlangsung dengan meriah, segenap pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan masyarakat turun menyaksikan acara yang dibuat lebih resmi dan lebih meriah dari peletakan batu pertama kantor Bupati sekali pun.
Tidak sampai setahun, tepatnya tanggal 5 Juli 2022, kembali undangan datang di kantor Baznas Enrekang. Isinya berupa peresmian Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin, Bone-Bone. Saya diminta juga ikut hadir dalam acara tersebut. Acara peresmian berlangsung lebih meriah, selain Bapak Bupati Enrekang, H. Muslimin Bando, datang pula Anggota DPR RI, yang juga mantan Bupati dua priode, H. Latinro Latunrung.
Ketua Panitia tampil membawakan laporan pertanggungjawaban pembangunan, sangat rinci, tranparan: siapa yang menyumbang, dari mana asalnya, dan berapa jumlah sumbangan, dan untuk apa. Termasuk sumbangsih para masyarakat setempat, baik para ibu-ibu maupun bapak-bapak hingga anak-anak.
Sejak peletakan batu pertama, pembangunan tidak pernah berhenti, dana terus masuk ke kas panitia, bahan baku berdatangan, dan masyarakat setempat dibagi menjadi tujuh kelompok, setiap kelompok bergantian, gotong royong membangun pondok, ibu-ibu juga demikian, dibagi, mereka datang memasak, menyediakan makanan untuk para pekerja. Karena mereka umumnya petani, jadi pekerjaan mereka pun tidak terganggu. Desa ini sangat terpencil, jauh dari keramaian, berada di bagian dari kaki Gunung Latimojong, gunung tertinggi di Sulawesi Selatan. Desa ini berkali-kali meraih penghargaan sebagai desa bebas asap rokok pertama di dunia. Selain melarang konsumsi narkoba, segala minuman dan makanan memabukkan, serta tidak boleh mengonsumsi ayam pedaging atau ayam potong.
Panitia menyebut dengan rinci bahwa dana pembangunan Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin dari peletakan batu pertama hingga peresmian telah mencapai Rp 2,5 miliar. Dan, mulai tahun ini, sudah menerima santri, dan proses belajar-mengajar sudah berjalan. Masjid, ruang kelas untuk belajar, asrama santri, rumah guru dan pembina, gazebo tempat diskusi dan mengaji, lapangan olahraga, semua sudah tersedia walau sebagian pembangunan tetap berjalan. Satu yang aneh: tidak ada kiai. Dan sejak pondok ini berdiri, tidak pernah terdengar dan tersebut nama kiainya.
Kisah kedua, nama lengkapnya, KH. Dr. Agus Beddu Malla, MA. Meraih gelar magister dan doktoralnya di Mesir. Beliau menguasai qiraah sebelas, atau sebelas varian qiraah dalam Al-Qur'an, yang kita kenal hanya "al-qira'ah al-sab'ah" atau tujuh varian qir'ah ketika Al-Qur'an diturunkan. Keahliannya ini menjadikan beliau sebagai manusia langka di Asia Tenggara. Karena itu, jam terbangnya sebagai dewan juri qira'ah tidak pernah sepi, dari Sabang hingga Merauke. Ia juga mengajar di kampus-kampus ternama, seperti Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Universitas Muslim Indonesia Makassar, dan lainnya. Gurutta Agus Beddu Malla, begitu saya memangglnya, jika di Makassar, umumnya hanya mengajar mahasiswa level magister dan doktoral.