Membakar Kitab Suci; Kebebasan atau Pelecehan?
Salah satu alasan yang selalu dipakai sebagai justifikasi dari aksi-aksi seperti ini, termasuk pembakaran Kitab Suci dan/atau penghinaan kepada nabi/rasul, khususnya Muhammad SAW adalah kebebasan berekspresi. Artinya melakukan hal seperti ini harusnya dijamin, bahkan dihormati karena merupakan ekspresi sebuah nilai yang mulia.
Sejujurnya, saya justeru semakin bingung memahami arti kebebasan dalam pandangan Barat/Eropa. Kebingungan saya itu semakin menjadi-jadi karena seringkali kebebasan itu pandang secara sepihak dan penuh ketidak jujuran. Jika berada di pihak yang menguntungkan mereka maka itu kebebasan. Tapi jika kebebasan itu berada di pihak lain maka serta merta dipandang terbalik sebagai “kungkungan”.
Contoh yang nyata di hadapan mata kita adalah ketika mereka mengekspresikan diri secara bebas dengan pakaian mereka. Mereka menganggap itu sebagai bagian dari kebebasan yang harus dihormati. Mereka marah ketika negara Islam menuntut wanita Eropa non Muslim misalnya untuk menutup aurat (berjilbab misalnya) di saat berada di negara mayoritas Muslim.
Tapi ketika orang-orang Islam ingin mengekspresikan kebebasan mereka dengan memakai pakaian yang menutup aurat, termasuk memakai jilbab, mereka bangun opini bahwa hal itu adalah pengungkungan kepada wanita. Bahkan dianggap bertentangan dengan nilai-nilai universal dunia, termasuk kebebasan dan kemajuan.
Hal lain yang membingungkan adalah bahwa seringkali kebebasan itu dipahami sebagai hak yang tidak terbatas. Padahal apapun dalam kehidupan ini semua punya batasnya. Yang tidak punya batas hanya satu: yang menciptakan dan menentukan keterbatasan itu sendiri, Allah SWT.
Dilemanya memang adalah ekspresi kebebasan yang tidak terbatas itu menjadi gaya hidup Barat yang disebut “liberalisme” (paham kebebasan mutlak). Maka ketika orang Barat menyebut “freedom” atau kebebasan sesungguhnya yang mereka maksud adalah liberalisme tadi. Sebuah konsep yang pastinya tidak imbang bahkan tidak rasional dan Karenanya tidak sejalan dengan pandangan Islam.
Kebebasan sesungguhnya dibatasi oleh nilai moralitas yang mengikatnya. Ketika ekspresi kebebasan itu menginjak-nginjak nilai moralitas maka itu bukan kebebasan lagi. Melainkan “opressi” atau/atau “eksploitasi”.