Delapan Anggota PPS di Kecamatan Tamalate Mencari Keadilan Usai Dipecat KPU Makassar
- Sulawesi.Viva.co.id
Sulawesi.Viva.co.id - Delapan orang Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kecamatan Tamalate, Makassar, Sulawesi Selatan, yang dipecat KPU Kota Makassar, terus berjuang dan mencari keadilan.
Muchlis Jerry Ruslim, salah satu ketua PPS Kelurahan Bungaya mungungkap jika ada delapan orang PPS di Kecamatan Tamalate yang dipecat oleh KPU Makassar.
"PPS Kelurahan Tanjung Merdeka,l 1 orang, Caccini Sombala 1 orang, Balang Baru 1 orang, Pa'baeng-baeng 1 orang, Bongaya 2 orang dan Parang Tambung 2 orang"Pungkas Muchlis
Muchlis menceritakan jika pemecatan itu berawal adanya laporan ke Bawaslu jika ia dan ketujuh orang PPS tersebut telah bertemu dengan salah satu Bacaleg.
"Jadi awalnya itu ada pertemuan perihal organisasi Ansor, kami di undang dalam pengkaderan itu, dan ternyata ada salah satu petinggi kader Ansor datang dan ternyata dia salah satu bakal calon legislatif (Bacaleg)."Kata Muchlis. Senin (31/7/23).
Muchlis menduga, pertemuan itu menjadi dasar jika kita melakukan pelanggaran karena bertemu dengan Bacaleg tersebut.
"Dan mungkin itu yang menjadi bukti bahwa Sanya kita melakukan pelanggaran karena kami ketemu dengan Bacaleg tersebut."Ungkapnya.
PPS Kelurahan Bunganya itu membantah jika pertemuan tersebut sengaja di gelar untuk membahas kontrak politik bersama 8 rekannya dengan Bacaleg tersebut.
"Jujur kami tidak tau sama sekali jika ada Bacaleg hadir dalam pengkaderan itu. di dalam pengkaderan itu juga kita tidak ada sama sekali melakukan kontrak politik. Dalam kegiatan itu murni pengkaderan dan yang dibahas juga soal organisasi Ansor bukan soal politik"Tegasnya.
Yang jadi pertanyaan saya, kata Muchlis, apabila kita dianggap terafiliasi, bagaimana dengan teman-teman penyelenggara di Kecamatan Tamalate pada saat pelantikan Pantarli pada tanggal 14 February lalu.
Muchlis membeberkan, jika malam itu pada tanggal 13 February 2023, pihak penyelenggara mengangkut kursi ke jalan Pettarani menuju lokasi yang akan menjadi tempat pelantikan para petugas Pantarli menggunakan kendaraan partai politik.
"Apakah itu tidak termasuk afiliasi atau melanggar, Kita ingin kembalikan pertanyaan ini ke Bawaslu dan KPU Makassar." tanya Muchlis.
Muchlis kemudian menjelaskan jika pertemuan itu dalam konteks pengkaderan organisasi, bukan membahas politik apalagi mendukung Pencalonan Bacaleg tersebut.
"Jadi kami di anggap melanggar karena bertemu salah satu Bacaleg, padahal pada kenyataannya kami dipengkaderan itu tidak membahas kontrak politik sama sekali."tegasnya.
Kata Muchlis dan 7 orang PPS lainnya mengaku tidak tau menahu jika ketua Ansor di Kecamatan Tamalate itu adalah Bacaleg.
"Karena kami 8 PPS di Kecamatan Tamalate itu tidak tau sama sekali jika saat itu ada Bacaleg, kami juga hanya dipanggil untuk ikut pengkaderan."Pungkasnya.
Yang ikut pengkaderan di organisasi Ansor saat itu bukan cuma kami 8 orang dari kecamatan Tamalate.
Muhlis menerangkan jika didalam pengkaderan organisasi Ansor saat itu banyak yang ikut pengkaderan dari Kecamatan lainnya.
"Saya tegaskan tidak ada sama sekali dibahas soal politik didalam pengkaderan itu, murni yang dibahas soal organisasi Ansor. Dan yang ikut banyak dari kecamatan lainnya"Sebutnya.
Jadi isu yang dilempar KPU Makassar soal kami bertemu Bacaleg dan membahas kontrak politik itu keliru dan tidak benar. Kata PPS Kelurahan Bunganya itu, Entah dari mana KPU mendapat informasi sehingga mereka diberhentikan.
"Yang jadi janggalnya disini, kita diberhentikan sesuai SK yang kami terima itu pertanggal 23 Juni 2023, sedangkan tanggal 28 Juni 2023 itu kami masih melakukan aktivitas penempelan DPT."Ungkitnya.
Lanjut Muchlis, Yang jadi pertanyaan kami, jika memang kami telah diberhentikan pada tanggal 23 Juni 2023 sesuai dengan SK yang dikeluarkan oleh KPU Makassar, kenapa saat itu tidak diberikan SK nya.
"Justru kami diberi SK itu pada tanggal 28 Juni 2023 setelah menyelesaikan tugas penempelan dpt. Harusnya kita sudah dilarang bekerja pada tanggal 23 Juni itu."Paparnya.
Muchlis dan yang lainnya mengaku jika tidak pernah dipanggil oleh pihak KPU kota Makassar untuk disidang kode etik.
"Kami tidak pernah disidang kode etik oleh KPU, cuma satu kali saja, saat itu kami di klarifikasi oleh KPU, itupun klarifikasi bukan sifatnya formal, karena masing-masing komisioner KPU Makassar saat itu ditempat yang berbeda-beda bukan di kantor KPU. Konfirmasinya melalui online via zoom."tutup Muklis Jerry Ruslim, PPS Kelurahan Bungaya.
*Tanggapan Kuasa Hukum Ke Delapan PPS Kecamatan Tamalate Yang Dipecat Oleh KPU Makassar*
Buntut Pemecatan Delapan Anggota PPS, KPU Makassar Digugat ke DKPP-PTUN.
Gugatan tersebut bakal dilakukan ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Kuasa hukum eks delapan anggota PPS, Tri Sasro Amsir mengatakan, gugatan tersebut dilakukan usai delapan anggota PPS dipecat tidak sesuai dengan prosedural.
"Kami tim kuasa hukum dari delapan PPS, kami melakukan upaya hukum terkait dengan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPU beserta Komisioner," ungkapnya, Senin (31/7/2023).
Ia menjelaskan, dalam proses pemberhentian delapan anggota PPS tersebut dinilai melanggar PKPU nomor 8 tahun 2023 pasal 43 ayat 4 dan seterusnya.
"Jadi ada hak yang tidak diberikan oleh para PPS yang diberhentikan ini. Misalnya tidak dilakukan verifikasi sesuai pasal yang saya sebutkan tadi. Tidak diberikan kesempatan untuk memberikan kesaksian," jelasnya.
"Seketika diberhentikan KPU. Padahal dalam prosesnya, belum pernah dilakukan sidang kode etik di Bawaslu. Tiba-tiba ada surat pemberhentian tanggal 28. Tidak ada tim investigasi," sambungnya.
Diketahui, alasan KPU melakukan pemecatan terhadap delapan anggota PPS tersebut dilakukan usai mereka melakukan pertemuan dengan salah satu Bacaleg.
"Mereka dipecat gara-gara katanya ada teguran keras (bertemu salah satu Bacaleg). Ada dugaan pelanggaran namun itu tidak benar. Dugaan awal yang dituduhkan, kemarin ada pertemuan antara bakal calon," bebernya.
Padahal, kata dia, pertemuan kedelapan anggota PPS tersebut merupakan pertemuan untuk membahas pengkaderan GP Ansor.
"Jadi tidak ada hubungannya dengan politik. Mereka bertemu sebagai kader pemuda Ansor," tukasnya.
Sejauh ini, pada 13 Juli 2023 lalu pihaknya sudah melakukan upaya keberatan di KPU Makassar. Selanjutnya pada 27 Juli lalu pihaknya juga sudah melakukan pengaduan di DKPP terkait kode etik yang dilanggar.
"Semoga kedepannya KPU lebih mengutamakan prosedural. Ada peraturan yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur," tandasnya.
Olehnya itu, Kuasa hukum eks PPS Kecamatan Tamalate merasa KPU Makassar terlalu dini menyimpulkan bahwa pertemuan tersebut ada kaitannya dengan politik.