Kabar Baik, MUI Sulsel Bakal Terbitkan Fatwa Soal "Uang Panai"
Sulawesi.viva.co.id – Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan (MUI Sulsel) tengah merumuskan masalah uang panai atau biaya tambahan dalam dalam prosesi pernikahan di kalangan masyarakat suku Bugis-Makassar.
Pengurus MUI Sulsel telah memulai pembahasan tersebut di kantor MUI Sulsel, yang berlokasi di lantai bawah Masjid Raya Makassar, pada Rabu, 22 Juni 2022, dengan melibatkan seluruh jajaran pengurus, di antaranya Ketua Umum MUI Sulsel Prof Dr KH Najamuddin Abduh Shafa Lc MA, Sekretaris Umum MUI Sulsel Dr KH Muammar Bakry Lc MA, Wakil Ketua Umum MUI Sulsel Prof Dr KH Muh Ghalib MA, Wakil Ketua Umum MUI Sulsel Dr KH Mustari Bosrah MA.
Sebelumnya, Ketua Bidang Fatwa MUI Sulsel, Dr KH Ruslan Wahab MA., mengatakan MUI Sulsel telah mengadakan focus group discussion (FGD) terkait fatwa uang panai.
“Dengan pertimbangan dalil nantinya kita harapkan terjadi kemudahan dan kemaslahatan bersama di masyarakat terutama tentang uang panai. Intinya kita berupaya untuk menciptakan kemudahan dan kemaslahatan di masyarakat,” kata KH Ruslan Wahab, dilansir dari muisulsel.com.
KH Ruslan mengingatkan masyarakat, dalam Islam pernikahan harus dimudahkan. Terkait tingginya uang panai, “Hanya adat-lah yang menginginkan seperti itu,” tuturnya.
Mahar dan Uang Panai
Mahar dan uang panai berbeda. Uang panai merupakan tradisi Bugis-Makassar sebagai uang belanja untuk semua kebutuhan resepsi pernikahan, sedangkan mahar uang atau barang yang dipegang oleh istri dan menjadi hak mutlak bagi dirinya.
Peneliti Institut Ilmu Al Quran (IIQ) Jakarta, Nysa Riskiah Lakara, memaparkan, tradisi uang panai yang menjadi adat di Sulawesi Selatan, tidak dijelaskan didalam al-Qur’an, Tafsir al-Misbah maupun dalam agama Islam, yang ada adalah mahar.
Walaupun pemberian uang panai tidak diatur secara gamblang dalam hukum Islam, namun pemberian uang panai sudah merupakan suatu tradisi yang harus dilakukan pada masyarakat tersebut, dan selama hal ini tidak bertentangan dengan akidah dan syari’at maka hal ini diperbolehkan.
Mahar dan uang panai merupakan dua perbedaan yang tidak bisa disatukan, jika mahar adalah pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-laki pada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah, maka uang panai adalah uang panai atau uang belanja untuk pengantin mempelai wanita yang diberikan oleh pengantin pria merupakan tradisi adat suku Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan.
Uang panai menjadi syarat bahwa semakin tinggi derajat, pendidikan, pekerjaan hingga kecantikan yang dimiliki seorang perempuan, maka semakin terhormatlah ia dan semakin mahal uang panai yang harus diberikan. Terkadang hal itupun yang memberatkan calon suami dan menjadi kendala terhadap suatu pernikahan yang mulia.