Banggakan Dosen Unhas, Pantas!

- Istimewa
Sebagai orangtua dari seorang mahasiswa baru Unhas tahun 2022, saya bersyukur sekaligus memuji sikap tegas, bijak dan bertanggungjawab yang ditunjukkan dua dosen Fakultas Hukum terhadap seorang mahasiswa baru yang mengaku gender "netral" : laki tidak, perempuan tidak.
Bersyukur diam-diam, cuma sebatas itu awalnya. Salut pun diam-diam. Memuji dosen itu sambil mendoakan dalam hati, juga diam-diam saja.
Betapa tidak. Prosesi penerimaan 7.416 minus 1 mahasiswa baru Unhas tahun ini berjalan baik-baik saja. Perilaku mahasiswa baru baik-baik saja, maka perlakuan senior dan sikap para dosen pun baik-baik saja. Aksi-reaksi berjejalin selaras. Interaksi terbangun harmonis. Setidaknya begitu sekilas info faktual yang saya terima.
Anak ketiga saya, yang kelimpahan anugerah diterima di Kedokteran Unhas, setiap malam sepulang PKKMB menceritakan berbagai pengalaman positif. Kakak sepupunya, salah seorang Ketua BEM di Teknik Unhas, juga menuturkan hal serupa. Dua adek saya yang dosen Unhas juga menunaikan pendampingan PKKMB tahun ini dengan baik-baik saja.
Mahasiswa baru, begitupun para senior dan dosen, semua baik-baik saja. Kecuali satu itu. Maka cukuplah alasan untuk diam-diam saja, termasuk ketika yang satu itu bergulir masuk jagad viral. Toh tidak ada hukum cekal bagi pemburu viral. Toh pemburu viral tak kekal. Toh juga cuma viral seumur virus.
Lagi pula efek dari viral seumur virus itu tampaknya tidak seupil pun mempengaruhi prosesi PKKBM Unhas, apalagi berpengaruh terhadap keperkasaan "Ayam Jantan" yang dilogokan Unhas.
Hanya saja, ketika anak saya pulang di hari terakhir PKKBM dengan wajah tak seceria hari-hari kemarin, saya tidak diam-diam. Dari derap langkah kakinya masuk rumah, sudah terasa ada resah.
"Ada hal positif baru lagi, nak?" Saya coba bertanya sebaliknya.
"Iye banyak. Tapi ada juga yang negatif," jawabnya dengan suara tak biasa.
Setelah melepas jas merah kebanggaannya, dia duduk berjarak satu kursi di kanan saya. Tangannya tak tenang. Sempat dia tutup wajahnya, lalu tangannya bergerak ke atas mengusap rambut pendeknya. Saya paham gerakan itu, dia resah. Ada gelisah ditahan, ada amarah ditelan.
"Ceritalah, nak," kata saya.
Setelah tarik nafas panjang, dia lalu bercerita singkat. Tepatnya, berucap dengan lafadz mengalir. Seperti kebiasaannya sejak kecil, cenderung dalam dan to the point.
"Tadi lewat dekat logo besar Unhas. Itu ayam jantan, bukan ayam non-biner," ucapnya memulai.
Saya senyum, cukup paham maksudnya. Ayam jantan berjenis kelamin jelas. Perkasa. Dan hidup rukun dengan ayam betina, yang juga berjenis kelamin jelas. Sementara ayam non-biner, kalaupun ada, tidak jelas jenis kelaminnya.
"Saya bangga jadi anak Unhas. Benar-benar bangga," lanjutnya singkat. Lalu diam lagi, tampak berusaha mengatur nafasnya.
Saya resapi rasa bangganya itu. Rasa yang wajar dan indah, tentu. Rasa bangga yang dinikmati oleh 7.416 mahasiswa baru Unhas seangkatannya, seperti juga yang dirasakan para orangtua dan keluarga mereka. Betapa tidak. Peminat Unhas tahun ini 63.670 orang, yang tertampung cuma 11,6 persen. Maka capaian itu tak ternilai, dan wajar saja jika terselip rasa bangga di situ.
"Tapi sayang ada satu itu. Viralnya tidak soal, sepele ji, tidak efek pada rasa bangga kami dengan jas merah ini," ucanya sambil menepuk jas merahnya.