Mantan Wakil Ketua MK Prof Aswanto Jadi Saksi Ahli Paslon Sarif-Qalby dalam Sengketa Pilkada Jeneponto di MK

Prof Aswanto, mantan Wakil Ketua MK jadi saksi Ahli
Sumber :
  • Screenshot MK-RI

SULAWESI.VIVA.CO.ID -- Sidang sengketa Pemilihan Bupati (Pilbup) Jeneponto 2024 yang tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) semakin menarik perhatian publik. Pasangan calon Muhammad Sarif dan Moch Noer Alim Qalby (Sarif-Qalby), menghadirkan saksi ahli pemohon.

Sidang DKPP Geger! Ada 118 Pemilih ‘Fiktif’ di TPS 02 Jeneponto?

Paslon itu mempercayakan eks Wakil Ketua MK, Prof Aswanto sebagai saksi ahli, dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim MK, Saldi Isra, di Gedung MK, Kamis (13/2/2025).

Prof Aswanto memberikan analisis hukum terkait dugaan penggelembungan suara dan keputusan KPU Jeneponto yang tidak menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Dalam penjelasannya, Prof Aswanto menegaskan, pentingnya menjaga kemurnian suara dalam setiap proses pemilu dalam kontestasi politik, yang menurutnya merupakan inti dari keberlangsungan demokrasi.

Sidang DKPP: KPU Jeneponto Didakwa Abaikan PSU, Panwaslu Bongkar Dugaan Pelanggaran

"Saya berkesimpulan, bahwa perkara ini sampai ke Mahkamah Konstitusi karena KPU Jeneponto tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu yang meminta PSU di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS)," ujar Prof Aswanto.

kata Prof Aswanto yang juga Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin (Unhas) ini menegaskan, jika ada kesalahan dalam pelaksanaan pemilu, hal tersebut harus dikoreksi. Tanpa koreksi, katanya, hal ini bisa merusak legitimasi pemimpin yang terpilih dan menjadi polemik sepanjang masa jabatan.

Jeneponto Sewa Mobil Dinas: Hemat Anggaran atau Beban Baru?

"Itulah sebabnya, kalau ada kesalahan, mesti harus dikoreksi. Tanpa koreksi, ini akan berimplikasi pada banyak hal, termasuk legitimasi yang dipilih dan menjadi perdebatan sampai lima tahun ke depan," tegas Prof Aswanto.

Polemik ini bisa menjadikan pemilihan umum bisa akan berdampak seterusnya oleh para penyelenggara setiap kontestasi pilkada.

Prof Aswanto menuturkan, pihak termohon tidak menindaki PSU karena adanya silang pandang antara KPU dengan Bawaslu Jeneponto.

Bahkan, seharusnya kata dia, silang pandang menanggapi rekomendasi PSU ini semestinya tidak terjadi antara mereka.

 

Prof Aswanto bersama Hakim MK, Anwar Usman dan Arief Hidayat

Photo :
  • Screenshot MK-RI

 

Dia memberikan contoh, sesuai dengan sengketa pilkada, tak hanya di Jeneponto yang diperhadapkan konflik seperti ini. Namun, adapula terjadi di Kota Makassar, dan KPU Makassar mengambil tindakan rekomendasi PSU sesuai dengan regulasi.

"Kejadian seperti yang direkomendasikan oleh Bawaslu Kabupaten Jeneponto ke KPU Jeneponto, sebenarnya terjadi di beberapa tempat, misalnya di Makassar ada satu kejadian yang terjadi di satu TPS, lalu penyelenggara pemilu dalam hal ini kpu-nya, menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tersebut. Kenapa harus ditindaklanjuti? karena itu amanat undang-undang, di dalam pasal 144, itu sudah ditegaskan bahwa rekomendasi Bawaslu itu wajib ditindaklanjuti. Saya bisa memahami kenapa KPU tidak menindak lanjuti, ya mungkin karena ada hal yang tidak mengikuti perkembangan regulasi majelsi Hakim yang mulia," tuturnya.

Sengketa pilkada ini dibawa ke ranah MK karena perbedaan perselisihan suara.

Sidang sengketa Pilkada Jeneponto ini merupakan bagian dari rangkaian persidangan, melibatkan 40 perkara sengketa hasil Pilkada 2024.

Sebelumnya juga, Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan, dua Kabupaten Kota di Sulawesi Selatan dalam sidang sengketa hasil Pilkada 2024 lanjut ke tahap pembuktian.

Dua yang lanjut bersengketa ke pembuktian itu, Pilkada Kabupaten Jeneponto dan Pilwalkot Palopo. (*)