Memotong Rambut dan Kuku Dilarang Jika Ingin Berkurban?

Larangan Memotong Kuku
Sumber :

Sulawesi.viva.co.id – Pemerintah Indonesia melalui sidang isbat Kementerian Agama telah menetapkan awal bulan Zulhijjah 1443 Hijriyah yang jatuh pada Jumat, 1 Juli 2022, sehingga penetapan pelaksanaan shalat Idul Adha juga telah diputuskan, yakni pada Ahad, 10 Juli 2022.

Dihantam Gelombang 2 meter, kapal penangkap ikan, Dewi Jaya 2, terbalik, 22 orang hilang, 11 selamat

Berkenaan dengan masuknya bulan Zulhijjah, ada dalil yang bersumber dari hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam, khusus bagi orang yang ingin berkurban, yakni larangan memotong bulu, rambut dan kuku.

Adapun anggota keluarga yang diikutkan dalam pahala kurban, baik sudah dewasa atau belum, maka mereka tidak terlarang. Mereka, selain yang berniat kurban, dihukumi sebagaimana hukum asal, yaitu boleh memotong rambut dan kulit, dan kami tidak mengetahui adanya dalil yang memalingkan dari hukum asal ini,” kata Ustaz Muhammad Abduh Tuasika.

Film Rantemario bertarung dalam 24 Festival Film Internasional

Dilansir dari rumaysho.com, website pengajaran Islam, yang diasuh langsung Ustadz Abduh Tuasika, disebutkan para ulama berselisih pendapat mengenai orang yang akan memasuki 10 hari awal Zulhijah dan berniat untuk berkurban.

Pendapat pertama, Sa’id bin Al Musayyib, Robi’ah, Imam Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian murid-murid Imam Asy Syafi’I, mengatakan bahwa larangan memotong rambut dan kuku bagi shohibul qurban dihukumi haram sampai diadakan penyembelihan kurban pada waktu penyembelihan kurban. Secara zhohir atau tekstual pendapat pertama ini melarang memotong rambut dan kuku bagi shohibul qurban berlaku sampai hewan kurbannya disembelih.

Lurah Barombong Himbau Masyarakat Agar Tidak Berenang di Pantai Barombong, begini Alasannya

Pendapat kedua dari Imam Asy Syafi’i dan murid-muridnya. Pendapat kedua ini menyatakan bahwa larangan tersebut adalah makruh yaitu makruh tanzih, dan bukan haram.

Pendapat kedua menyatakannya makruh dan bukan haram berdasarkan hadits ‘Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam pernah berkurban, dan beliau tidak melarang apa yang Allah halalkan hingga beliau menyembelih hadyu (qurbannya di Makkah). Artinya di sini, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan sebagaimana orang yang ihram yang tidak memotong rambut dan kukunya. Ini adalah anggapan dari pendapat kedua. Sehingga hadits di atas dipahami makruh.

Pendapat ketiga datang dari Imam Abu Hanifah dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya menyatakan tidak makruh sama sekali.

Imam Malik dalam salah satu pendapat menyatakan bahwa larangan ini makruh. Pendapat beliau lainnya mengatakan bahwa hal ini diharamkan dalam kurban yang sifatnya sunnah dan bukan pada kurban yang wajib.

Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, berdasarkan larangan yang disebutkan dalam hadits di atas dan pendapat ini lebih hati-hati.

Pendapat ketiga adalah pendapat yang sangat-sangat lemah karena bertentangan dengan hadits larangan. Sedangkan pendapat yang memakruhkan juga dinilai kurang tepat karena sebenarnya hadits ‘Aisyah hanya memaksudkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perkara yang sifatnya keseharian yaitu memakai pakaian berjahit dan memakai harum-haruman, yang seperti ini tidak dibolehkan untuk orang yang ihram. Namun untuk memotong rambut adalah sesuatu yang jarang dilakukan (bukan kebiasaan keseharian) sehingga beliau masih tetap tidak memotong rambutnya ketika hendak berkurban.