Kebangkitan dan Jati Diri Umat
Sebenarnya, bukan berarti umat ini tidak perlu belajar dari orang lain. Karena yakinlah kebenaran dan kebaikan itu sifatnya universal. Kebaikan yang ada pada orang lain adalah hikmah-hikmah yang bertebaran dari sumber yang sama.
“Jangan sekali-kali ragu, karena kebenaran itu dari Tuhanmu”. (Al-Quran).
“Hikmah adalah mutiara yang hilang dari beriman. Di mana saja kamu dapatkan ambillah”. (Hadits).
Karenanya kerjasama dengan dan belajar tentang kebaikan dari siapa saja adalah tabiat alami dari umat ini. Kerena percikan-percikan kebaikan itu di mana saja bersumber dari “Al-Haqq”.
Yang dimaksud tidak meniru dan menciplak dari orang lain di atas lebih sesungguhnya sekadar sebagai peringatan agar umat ini dalam mindset dan mentalitas: jangan kehilangan jati diri. Bahwa apa pun dan bagaimana pun keadaan dunia, jati diri umat ini tetap “iman-Islam”.
“Wa laa tahinu wa laa tahzanu wa antum Al-a’launa in kuntum mukminin”.
Maka, dalam dunia yang berkarakter saling terkait (interconnected) dan saling memerlukan (interdependent) umat harus mampu menjaga keseimbangan antara antara jatidiri (izzah) dan membangun kerjasama (ta’awun) bahkan belajar (ta’aruf) bersama dan dari orang lain.