Masih Muda, Alumni Unhas Makassar Raih Gelar Doktor di Irlandia

Alumni Unhas yang berprestasi dan menginspirasi
Sumber :

Sulawesi.viva.co.id – Qonita Kurnia Anjani, yang merupakan alumni Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin angkatan 2012, berhasil mengembangkan karir keilmuaannya dan meraih gelar doktor di Queen’s University Belfast, Irlandia Utara, pada usia yang terbilang masih muda, yakni 25 tahun.

Dihantam Gelombang 2 meter, kapal penangkap ikan, Dewi Jaya 2, terbalik, 22 orang hilang, 11 selamat

Dikutip melalui rilis identitas Unhas, Qonita mengatakan telah lama tertarik dengan pengembangan obat-obatan sejak semester satu di Unhas. Ia mulai menekuni bidang penelitian tentang teknologi penghantaran obat, khususnya teknologi yang memungkinkan obat bisa masuk ke dalam kulit. Sejak itu, dirinya aktif mengikuti berbagai perlombaan yang berhubugan dengan penelitian di bidang farmasi.

Ketertarikannya tersebut kemudian dituangkan dalam skripsi yang membahas tentang gel. Belakangan ia tahu, ternyata di luar negeri sudah dikembangkan teknologi serupa yang lebih praktis, yaitu microneedle.

Film Rantemario bertarung dalam 24 Festival Film Internasional

Qonita menjelaskan, bentuknya seperti patch yang dilengkapi dengan jarum-jarum mikro, yang dapat menghantarkan obat tanpa darah dan rasa sakit.

Qonita awalnya terdaftar memperoleh beasiswa sebagai mahasiswa S2 di Queen’s University Belfast, dengan masa studi dua tahun.

Lurah Barombong Himbau Masyarakat Agar Tidak Berenang di Pantai Barombong, begini Alasannya

Setelah melewati tahap initial review (evaluasi progres penelitian tiga bulan pertama), dosen pembimbing di Queen’s University Belfast melihat potensi penelitian yang ia garap, sehingga ia pun didorong melanjutkan penelitian S3. Pertimbangannya, penelitian yang Qonita lakukan memenuhi standar untuk program Ph.D.

“Sempat menolak waktu itu, apalagi mengingat beasiswa yang saya terima hanya untuk masa dua tahun, sedangkan untuk studi Ph.D membutuhkan waktu normal minimal 3 tahun. Saya cukup dilematis, karena merasa tidak mampu termasuk untuk bertahan hidup di luar negeri, dengan tambahan satu tahun tanpa bantuan beasiswa,” ungkap Qonita, dilansir dari unhas.ac.id.

Namun, setelah melewati berbagai pertimbangan, Qonita akhirnya memilih untuk kembali melanjutkan pendidikan doktor dengan sisa waktu yang ada. Dalam pendidikan doktornya,  penelitian yang diambil berjudul “Development of Antibiotic Microneedle Delivery Systems for Tuberculosis Treatment”.

Penelitian ini berfokus pada pengembangan teknologi microneedle patch untuk obat-obatan tuberkulosis.

“Saat itu saya benar-benar mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk mengejar tenggat waktu yang tersedia. Alhamdulillah, saya dapat selesai dalam waktu dua tahun tiga bulan,” tambah Qonita.

Menurut Qonita, saat kuliah di luar negeri sangat penting untuk mendapatkan dukungan dan lingkungan yang baik. Tidak hanya itu, berdoa dan berusaha semaksimal mungkin serta mengetahui minat bakat diri yang dimiliki melalui berbagai proses dan pengalaman.