Sidang Pilkada Jeneponto, Prof Aswanto: Jangan Ada Preseden Buruk Menentukan Siapa Pemenangnya
- Screenshot MK-RI
SULAWESI.VIVA.CO.ID -- Prof Aswanto, Saksi Ahli yang dihadirkan pemohon dalam sengketa perkara nomor 232/PHPU.BUP-XXIII/2025 Kabupaten Jeneponto, menjelaskan sengketa pilkada kali ini dibawa ke MK karena adanya banyak dugaan pelanggaran.
Prof Aswanto yang juga mantan wakil ketua Mahkamah Konstitusi ini menuturkan, Bawaslu Republik Indonesia, telah mengikuti aturan resim pemilu.
"Olehnya itu, Bawaslu mengeluarkan instruksi 1774, didalam surat itu memaknai mengenai persyaratan PSU, harus dimaknai kejadian itu sama dengan yang diatur dalam UU Pemilu, artinya tidak perlu dua kejadian, satu kejadian pun bisa," jelasnya dalam sidang. Kamis (13/2/2025).
Selain itu, guru besar Ilmu Pidana Unhas ini menegaskan, bahwa ada beberapa Kabupaten Kota yang juga terjadi case serupa di Sulawesi Selatan. Bahkan dia menganggap, kasus ini, KPU keliru menafsirkan dikarenakan reaksi tiap daerah itu berbeda.
"Di Sulawesi Selatan saya kira, KPU tidak seragam reaksinya, karena Makassar, ada beberapa kabupaten juga didalam pilkada serentak ini, walapun satu kejadian tetap ditindak lanjuti (PSU). Kalau ada rekomendasi dan tidak bisa ditindak lanjuti oleh KPU, karena alasan sudah penetapan maka PKPU mengatakan bahwa itu bisa dilakukan atas perintah MK," tuturnya.
Termohon dan Saksi Ahlii di sidang MK PHPU Jeneponto
- Screenshot MK-RI
Permintaan pemohon dalam hal ini, pasangan Sarif-Qalby, agar KPU Jeneponto menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu terhadap 25 TPS, berdasarkan penggabungan dari temuan Bawaslu dan tim kuasa hukum Sarif-Qalby.
Olehnya dengan adanya PSU, maka suara pemilih harus kembali dimurnikan. Karena ini, kata Prof Aswanto, bisa menjadikan preseden buruk dalam kontestasi politik dalam lima tahun yang akan datang.
Dia bahkan menyinggung, perihal pemurnian suara ini akan menjadikan maruah demokrasi kembali ke jalan yang benar, tak ada kecurangan siapa pemenang dalam menjalankan amanatnya sebagai penyelenggara.
"Semua itu dilakukan dalam rangka pemurnian suara, jangan ada preseden buruk, bahwa sebenarnya ada kecurangan dalam menentukan siapa pemenangnya, dan sekali lagi kalau ini tidak dikoreksi, bahwa tindakan teman-teman penyelenggara itu akan berulang setiap pemilihan, baik pemilihan umum maupun kepala daerah" pintanya.
"Menurut saya tidak ada alasan kpu sebenanrnya untuk tidak melaksanakan rekomendasi bawaslu itu," sambung Prof Aswanto.
Ketua Sidang Panel II Saldi Isra saat sidang MK
- Screenshot MK-RI
Kendati demikian, dia berpandangan, perkara seperti ini juga kerap diadukan ke meja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Alasannya, karena para pengadi atau pemohon, banyak menemukan kasus-kasus yang bisa menciderai kemurnian suara atau suara dah dalam kontestasi politik tersebut.
"Saya kira kita paham, ada beberapa daerah yang tidak melaksanakan rekomendasi itu dibawa ke DKPP, dan ketika DKPP mengatakan Anda melakukan kesalahan, Anda tidak profesional dalam melaksanakan penyellenggara pemilu, itu artinya DKPP mengaminkan, mestinya satu tindakan sebagaimana di dalam surat instruksi Bawaslu itu harus tetap dilakukan PSU," pungkasnya. (*)